Oleh : Indra Eka A. Amu
Pada umumnya orang tua saat ini, lebih menekankan kepada anak-anaknya yang masih duduk dibangku sekolah atau pada perguruan tinggi untuk bisa menjadi bintang di sekolahnya dan meraih IP tertinggi di kampusnya. Menurut pemahaman mereka kecerdasan otak itu sangatlah penting untuk kesuksesan anak mereka kelak. Mereka telah memfosir kerja otak anak mereka dengan memenuhi seluruh ruang waktu sang anak dengan berbagai macam les-les privat atau sejenisnya demi mencapai masa depan yang gemilang. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah benar kecerdasan intelektual itu adalah satu-satunya penunjang kesuksesan seseorang?
Sebagai coantoh kasus Fahri yang meraih IP tertinggi akhirnya diterima bekerja pada sebuah perusahaan ternama. Dia memang mempunyai kemampuan intelektual yang tinggi, selalu melahirkan ide-ide cemerlang. Tetapi ruang lingkup tempat ia bekerja, menuntutnya untuk dapat bekerja sama degan baik bersama tim kerjanya. Namun pada kenyataanya, teman-teman sesame rekan kerjanya merasa ada sesuatu hal yang mengganjal, bahwasanya sang Fahri ini mempunyai sifat mudah tersinggung dan tidak peka dengan lingkungan sekitarnya. Terutama suasana lingkungan kantor. Berbeda dengan Budi, yang hanya dibekali dengan prestasi akademik yang pas-pasan. Dia merasa sangat tidak percaya diri dan merasa bukanlah yang terbaik. Tetapi satu yang patut diancungi jempol, Budi terus memotifasi dirinya untuk disiplin dan tekun serta menjalankan semua tugas yang dilimpahkan kepadanya dengan baik. Satu lagi yang perlu dipertimbangkan, dia mampu memanajemen sikapnya. Sikap kooperatifnya yang dapat segera berkoordinasi dengan rekan satu timnya. Sehingga mengantarkannya sebagai karyawan yang cukup popular dikalangan perusahaannya, terutama di ruang lingkup kerjanya.
Bila dikaji lebih jauh, perbedaan Fahri dengan Budi ternyata membawa pengaruh besar terhadap kesinambungan kerja timnya. Apakah Fahri dapat memperbaiki sikapnya untuk kelancaran kerja di timnya? Dan mungkinkah Budi akan semakin diakui di lingkungan kerjanya?
IQ (Intelligence Quotient) atau nilai inteligensi akademis dipandang sebagai faktor penentu keberhasilan seseorang. Padahal faktor tersebut harus diimbangi dengan EQ (Emotional Quotient), kemampuan untuk memanajemen emosi. Seperti komentar Howard Gardner, seorang psikolog yang bekerja di bagian edukasi Harvard “selain kemampuan intelegensi akademis diperlukan aspek lain yang lebih bersifat emosional untuk membantu seseorang membuat keputusan tepat. Termasuk menentukan jalan keluar atau solusi yang paling tepat bagi dirinya”.
Menurut Peter Salovey, psikolog dari Universitas Yale, EQ (Emotional Quotient) atau intelegensi emosional, ditentukan oleh lima hal, yaitu :
Kemampuan mengenali ragam emosi yang ada dalam diri seseorang, sehingga dapat mereduksi kemungkinan keliru dalam setiap langkah pengambilan keputusan.
Kemampuan mengelola emosi diri secara tetap.
Kemampuan memotivasi diri.
Kemampuan berempati, dan mengenali emosi yang dirasakan oleh orang-orang disekitarnya.
Kemampuan menangani hubungan interpersonal secara efektif.
Jika ditinjau dari lima aspek tersebut, kinerja Fahri akan jauh dari target pencapaian, sampai dia benar-benar sadar dengan kekeliruan sikapnya dan dengan senang hati mencoba berusaha memanajemen kembali emosi dirinya. Sebaliknya dengan Budi yang sepintas terlihat biasa-biasa saja, namun memiliki kepekaan emosi yang tinggi. Sehingga membawanya kedalam beberapa situasi positif, seperti ia tidak mengalami kesulitan dalam mempresentasikan keberatan-keberatannya dengan cara asertif dan tidak menyerang. Ia juga tidak kesulitan dalam mengekspresikan rasa keingintahuannya mengenai informasi yang menyangkut kesinambungan kerja timnya.
Budi juga mampu mempertahankan kinerja yang baik saat menghadapi stress karena mengejar target atau karena masalah pribadi. Dia mampu menempatkan dan mengelola emosi dirinya. Oleh karena itu kita harus mampu menyiasati cara-cara yang tepat agar dapat meraih kembali keberhasilan dalam jenjang karir. Mulai berbenah dan meningkatkan kecakapan emosional. Terutama anda yang ditempatkan pada satu unit kerja yang membutuhkan bantuan orang lain yang lebih mampu mengatasi masalah-masalah teknis tertentu.
Semakin anda kurang peduli dengan lingkungan kerja, maka anda semakin terdepak jauh. Dengan memiliki kesadaran dan motivasi untuk meningkatkan kecerdasan emosional, serta kualitas intelektual. Maka pintu menuju SUKSES akan tebuka lebar. Semoga…..
*Staf bantu RSAS
0 Comments to "MEMAHAMI SIKAP DENGAN SQ"